aksiografi.com – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (11/7) menjadi saksi dari pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU). Namun, proses pengesahan ini tidak berjalan mulus, diwarnai oleh penolakan sejumlah fraksi di DPR. Meskipun demikian, RUU tersebut akhirnya disahkan dengan suara mayoritas.
Fraksi PKS dan Demokrat menjadi penolak utama terhadap RUU Kesehatan ini. Mereka mengutarakan keberatan terhadap sejumlah ketentuan dalam RUU tersebut. Namun, enam fraksi lainnya, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PAN, PPP, dan Nasdem (dengan catatan) menyatakan setuju dengan pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin Rapat Paripurna tersebut dan meminta persetujuan dari anggota dewan yang hadir. Setelah mendengar pendapat dari fraksi PKS dan Demokrat, Puan menanyakan kepada fraksi lain apakah RUU Kesehatan dapat disahkan menjadi UU. Suara setuju pun muncul, dan pengesahan RUU dilakukan dengan ketukan palu dari Puan.
Namun, polemik tidak berhenti di situ. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), melalui Muhammad Adib Khumaidi, menyatakan keprihatinannya terhadap pengesahan RUU Kesehatan. Menurutnya, proses penyusunan UU ini tidak melibatkan partisipasi yang memadai dari berbagai pihak, termasuk organisasi kesehatan di Indonesia. Khumaidi menyebut pengesahan RUU ini sebagai catatan kelam dunia medis Indonesia.
Proses peralihan dari RUU menjadi UU dalam waktu yang relatif singkat, sekitar enam bulan, dengan metode omnibus law dinilai tidak rasional. Selain itu, penghapusan ketentuan mandatory spending (anggaran minimal) dalam UU Kesehatan menimbulkan ketidakpastian hukum terkait pembiayaan kesehatan.
IDI, bersama dengan empat organisasi profesi lainnya, berencana mengajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi RI sebagai upaya hukum untuk memperjuangkan kepentingan medis. Masyarakat pun diimbau untuk meningkatkan kesadaran terhadap UU Kesehatan ini. IDI akan menggerakkan semua potensi yang ada di daerah untuk memantau dan mengawasi pelaksanaan UU tersebut.
Penolakan terhadap UU Kesehatan juga datang dari organisasi profesi, seperti Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Mereka menyuarakan kekhawatiran dan keberatan terhadap beberapa ketentuan yang dianggap merugikan dan tidak memperhatikan aspirasi dari kelompok-kelompok terkait dalam sektor kesehatan.
Pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU mungkin telah terjadi, tetapi perdebatan dan ketegangan seputar isinya masih berlanjut. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dapat berkontribusi dalam memastikan implementasi UU ini sejalan dengan kepentingan dan kesejahteraan semua pihak yang terlibat dalam sektor kesehatan di Indonesia.