Apa itu penyakit komorbid? Penyakit komorbid adalah suatu penyakit yang muncul bersamaan saat seseorang sedang sakit. Atau sederhananya, komorbid adalah penyakit penyerta. Penyakit komorbid dapat meningkatkan risiko kematian jika terpapar virus corona.
aksiografi.com – Sejak virus corona memuncak dan bersamaan dengan vaksinasi, istilah penyakit komorbid menjadi hangat pembicaraan. Itu terjadi karena tingkat kematian karena virus corona lebih tinggi pada pasien yang memiliki penyakit komorbid atau sertaan. Penderita yang memiliki komorbid dapat berisiko parah saat terinfeksi virus corona karena penyakit sertaan itu berhubungan dengan kerusakan organ yang disebabkan virus corona. Di sisi lain, ada beberapa jenis penyakit yang termasuk komorbid tapi belum layak mendapatkan vaksin corona atau tidak layak khususnya di saat kronis.
Apa itu Komorbid?
Apa itu komorbid? Pertanyaan itu sering muncul sejak adanya vaksinasi yang diprogramkan pemerintah sebagai salah satu upaya mengatasi pandemi Covid-19. komorbiditas adalah penyakit atau kondisi yang muncul bersamaan pada seseorang ketika menderita penyakit utama. Atau lebih sederhananya, komorbid adalah penyakit penyerta.
Penyakit penyerta menjadi perhatian para dokter karena penyakit ini dapat meningkatkan risiko kesehatan pasien ketika terinfeksi virus corona sehingga dapat menghambat proses penyembuhan. Komorbid, biasanya, dianggap sebagai diagnosis sekunder dan telah dikenali selama atau setelah pengobatan untuk diagnosa utama. Namun biasa juga komorbid muncul atau berkembang setelah berselang beberapa waktu pengobatan untuk diagnosa penyakit utama.
Pasien virus corona dapat berisiko parah jika penyakit penyerta dalam tubuhnya dalah penyakit paru, misalnya. Di beberapa negara, data COVID-19 menunjukkan bahwa penderita komorbid memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada pasien yang tidak memiliki komorbid. Pasien penderita jantung, misalnya, ketika terpapar virus corona akan berdampak lebih parah karena gejala yang muncul dapat membuat darah lebih mengental sehingga sangat membahayakan jantung bahkan bisa memicu kematian.
Penyakit Komorbid yang Memperparah Pasien Covid-19
Setiap orang memiliki kekebalan tubuh yang berbeda. Namun kekebalan tubuh juga belum menjamin tergantung apakah orang itu memiliki penyakit komorbid atau tidak. Seseorang yang memiliki penyakit komorbid saat terserang virus corona maka akan mengalami gejala keseriusan yang tinggi.
Hal paling penting yang dilakukan bagi penederita komorbid adalah mengontrol dan mengobati penyakit komorbid dengan baik. Berbagai data dari belahan dunia menunjukkan tingkat kematian lebih tinggi pada penderita komorbid ketimbang penderita tanpa komorbid.
Berdasarkan laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menunjukkan 94 persen kasus kematian Covid-19 di Amerika Serikat terjadi kepada pasien dengan komorbiditas atau adanya penyakit penyerta pada pasien.
Pasien dengan penyakit penyerta di atas dapat berisiko tinggi saat terpapar virus corona. Jenis-jenis komorbid telah tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) nomor 413 tahun 2020 dan Kepmenkes Nomor 446 tahun 2020.
Daftar penyakit penyerta atau komorbid yang dapat memperburuk seseorang saat terpapr virus corona, sebagai berikut:
1. Diabetes Mellitus
2. Penyakit autoimun seperti lupus/SLE
3. Penyakit ginjal
4. Penyakit jantung koroner
5. Hipertensi
6, Tuberkulosis
7. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
8. Penyakit kronis lain
9. Tumor/kanker/keganasan
10. Penyakit terkait geriartri
Rekomendasi PAPDI tentang Komorbiditas
Berdasarkan berbagai fakta dan data sehingga Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) mengeluarkan rekomendasi berisi daftar pemberian vaksinasi Covid-19 produksi Sinovad, terhadap orang dengan komorbid atau penyakit penyerta. Isi rekomendasi PAPDI adalah daftar penderita penyakit komorid yang boleh, yang belum layak, dan yang tidak layak mendapatkan vaksin Covid-19.
Menurut dr. Dewi Nur Aisyah, seperti dilansir detikhealth, bahwa semakin banyak penyakit komorbid yang diidap memiliki risiko kematian akibat infeksi virus corona pun semakin besar. Bahkan, lanjut dr. Dewi, hanya memiliki satu penyakit komorbid saja, risiko kematiannya bisa mencapai 6,5 kali lipat lebih tinggi ketimbang dengan pasien yang tidak punya.
“Pasien dengan dua komorbid, misalnya, gabungan hipertensi dan diabeters, itu berisio kematian naik menjadi 15 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak punya komorbid. Yang 3 atau lebih komorbid, itu risiko kematiannya naik sampai 29 kali lebih tinggi,” ungkap dr. Dewi.
PAPDI mengeluarkan rekomendasi untuk pasien dengan penyakit penyerta (komorbid) yang layak, belum layak, dan tidak layak menerima vaksin Covid-19. Rekomendasi itu berdasarkan data publikasi fase I/II vaksin Sinovac fase III di Bandung, berupa proposal dan catatan pelaku lapangan yang terlibat dalam uji klinis, dan data uji vaksin inactivated lainnya yang lengkap seperti vaksin influenza dan sebagainya. Sementara data vaksin inactivated Covid-19 Sinovac masih belum lengkap.
Hubungan Penyakit Komorbid dan Covid-19
Apa hubungan penyakti komorbid dengan Covid-19? Hubungannya sangat erat terkait dengan tingkat keparahan. Penyakit komorbid memiliki hubungan tingkat keparahan kematian lebih tinggi daripada pasien biasa. Itu terjadi karena virus corona menyerang organ yang sama pada pasien komorbid sehingga tingkat kematiannya lebih tinggi misal, jantung, hati, saluran pernapasan, alergi, dan lain-lain.
Rekomendasi PAPDI ini masih dapat berubah sesuai dengan perkembangan laporan data uji klinis vaksi Sinovac. Begitu juga dengan vaksin Covid-19 jenis lainnya.
Jenis penyakit komorbid yang belum layak menerima vaksin voronam yang tidak layak dan boleh menerima vaksinasi.
Penyakit Penyerta atau Komorbid yang Belum Layak
Ada empat belas jenis penyakit komorbid yang belum layak mendapatkan vaksinasi, yaitu:
1. Penyakit Autoimun Sistemik (SLE. Sjogren.vaskulitis, dan autoimun lainnya)
2. Sindroma Hiper IgE
3. PGK Non Dialisis
4. PGK dialisis (hemodialisis dan dialysis pertoneal)
5. Transpalansi Ginjal
6. Sindroma nefrotik dengan imunosupresari/kortikosteroid
7. Hipertensi
8. Gagal Jantung
9. Penyakit Jantung Koroner
10. Reumatik autoimun (autoimun sistemik)
11. Penyakit-Penyakit gastrointestinal
12. Hipertiroid.hipotiroid karena autoimun
13. Penyakit dengan kanker, kelainan hematologi seperti gangguan koagulasi, pasien imonokopromasi, pasien dalam terapi aktif kanker, pemakai obat imunosupresan, dan penerima produk darah.
14. Pasien hematologionkologi yang mendapatkan terapi aktif jangka panjang, seperti leukemia granulostik kronis, leukemia timfositik kronis, myeloma multipel, anemia hemolitik autoimun, ITP, dll.
Penyakit Peserta atau Komorbid yang Tidak Layak
Pasien dengan infeksi akut yang ditandai dengan demam menjadi kontradiksi vaksinasi. Dalam surat rekomendasi PAPDI menekankan bahwa pasien yang memiliki lebih dari 1 komorbid dan salah satunya belum layak divaksin, maka akan masuk kategori belum layak menerima vaksin.
Penyakit Komorbid yang Boleh Vaksinasi
Ada delapan belas penyakit komorbid yang boleh menerima vaksinasi tapi dengan catatan penjelasan. Berikut dartar penyakit penyerta pada pasien yang boleh diberi vaksin, yaitu:
1. Reaksi anafilaksis yang bukan aibat vaksinasi COVID-19
2. Riwayat alergi obat
3. Riwayat alergi makanan
4. Asma bronkial
Penyakit penyerta asma bronkial boleh menerima vaksinasi dengan catatan: jika pasien dalam keadaan asma akut sebaiknya tunda pemberian vaksin dampai asma pasien terkontrol dengan baik.
5. Rhinitis alergi
6. Urtikaria
Pemberian vaksinasi pada penderita urtikaria dengan catatan: jika tidak terdapat bukti timbulnya urtikaria akibat vaksinasi Covid-19, maka vaksin layak diberikan. Jika terdapat bukti urtikaria, maka menjadi keputusan dokter klinis untuk pemberian vaksin Covid-19. Berikan anthistamin sebelum melakukan vansinasi.
7. Dermatitis atopi
8. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Pasien dalam kondisi PPOK eksaserbasi akut sebaiknya menunda vaksinasi sampai kondisi eksaserbasi teratasi.
9. Tuberkulosis
Pasien dengan penyakit tuberkulosis boleh mendapatkan vaksin dengan catatan dua minggu setelah mendapatkan obat anti tuberkulosis.
10. Kanker Paru
Pasien kanker paru dalam kemoterapi atau terapi target layak mendapatkan vaksinasi.
11. Interstitial Lung Disease
Pasien ILD layak mendapatkan vaksin dengan catatan jika pasien dalam kondisi baik dan tidak dalam keadaan akut.
12. Penyakit Hati
Orang yang memiliki penyakit hati sebaiknya diberikan penilaian yang lebih awal untuk kebutuhan vaksinasi pada pasien dengan penyakit hati kronik sehingga saat vaksinasi akan efektif atau respon vaksinasi dapat optimal.
13. Diabetes Melitus
Penderita Diabetes Melitus tipe 2 terkontrol dan HbA1C di bawah 58 mmol/mol atau 7,5persen dapat diberikan vaksin.
14. HIV
Penyakit penyerta HIV boleh menerima vaksi dengan catatan: vaksinasi yang mengandung kuman yang mati/komponen tertentu dari kuman dapat diberikan walaupyn CD4<200. Pasien harus mendapatkan penjelasan bahwa kekebalan yang timbul dapat tidak maksimal sehingga dianjurkan unguk diulang saat CD4>200
15. Obesitas
Pasien yang mengalami obesitas dapat diberikan vaksi dengan catatan obesitasnya tanpa komorbid berat.
16. Nodul Tiroid
Pesien dengan riwayat penyakit nodul tiroid dapat melakukan vaksinasi jika tidak terdapat keganasan tiroid.
17. Donor Darah
Bagi pendoror darah sebaiknya bebas vaksinasi selama setidaknya 4 minggu untuk semua jenis vaksin. Jika vaksin Sinovac dengan jeda 2 minggu antar dosis, maka setelah 6 minggu baru bisa donor kembali.
18. Penyakit Gangguan Psikosomatis
Penyakit gangguan psikosomatis khususnya gangguan ansietas dan depresi perlu dilakukan KIE yang cukup dan menerapkan tatalaksana medis. Orang yang sedang mengalami stres berupa ansietas atau fepresi dianjurkan diperbaiki kondisi klinisnya sebelum menerima vaksinasi.
Perhatian Khusus ISRR
Perhatian khusus terhadap terjadinya Immunization Stress-Related Response (ISRR) yang dapat terjadi sebelum, saat, dan sesudah imunisasi pada orang yang berisiko seperti:
1. usia 10-19 tahun
2. Riwayat terjadi sinkop vaso-vagal
3. Pengalaman negatif sebelumnya terhadap pemberian suntikan
4. terdapat ansietas sebelumnya
Penulis: Suharni Yusuf
Penyunting: dr. Sulfadli Anggunawan