Telah menjadi sorotan selama berabad-abad, anarkisme mempertanyakan kekuasaan pemerintahan dan mendorong masyarakat tanpa otoritas. Menelusuri perjalanan sejarahnya yang memicu revolusi, membentuk pemikiran filosofis, dan meragukan paradigma sosial-politik yang dominan.
aksiografi.com – Anarkisme telah menjadi subjek perdebatan dan perhatian selama berabad-abad. Pertanyaan yang selalu mengemuka tentang kekuasaan pemerintahan dan mengusulkan agar kehidupan masyarakat tanpa otoritas pemerintah. Dalam sebuah perjalanan yang melintasi sejarah, anarkisme telah menginspirasi gerakan revolusioner, mengilhami pemikiran filosofis, dan menantang paradigma sosial-politik yang dominan.
Doktrin dan gerakan anarkis memiliki ciri-ciri umum yang mengikat mereka bersama. Doktrin itu bahwa pemerintah pada dasarnya bersifat opresif dan manusia harus membebaskan diri dari segala bentuk kekuasaan. Pemerintahan awal telah membangun masyarakat baru berdasarkan prinsip keadilan, cinta, dan semangat kerja sama. Namun, kita sulit menemukan definisi yang tepat untuk anarkisme karena sejarahnya terpengaruh berbagai faktor-faktor filosofis, historis, dan emosional yang beragam.
Keyakinan Kebebasan
Dalam sejarah anarkisme, berbagai tokoh dan aliran telah memberikan sumbangan penting. Mulai dari Zeno dan aliran Stoikisme pada zaman kuno, Cathari pada Abad ke-13 yang mengancam keyakinan Kristen, hingga teoretisi politik Reformasi seperti Winstanley, semuanya memiliki keyakinan dalam kebebasan individu dan kebutuhan untuk menciptakan masyarakat yang adil.
Salah satu tokoh utama dalam anarkisme adalah William Godwin, yang membawa anarkisme menuju kesimpulan logis. Dalam karya utamanya yang berjudul “Enquiry Concerning Political Justice,” diterbitkan pada tahun 1793, Godwin menekankan pentingnya menghilangkan ketidakadilan dalam masyarakat. Ia memperjuangkan sistem ekonomi yang mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin. Ia juga menentang kekuasaan negara yang menghambat tindakan yang sesuai dengan akal dan kebajikan individu.
Pierre-Joseph Proudhon adalah sosok penting lainnya dalam anarkisme yang mempengaruhi gerakan radikal di Prancis dan di seluruh Eropa. Proudhon menganjurkan sistem “mutualisme” di mana petani dan pekerja bergabung dalam serikat untuk menjalankan usaha kecil secara bersama dengan bantuan kredit dari bank-bank umum. Ia menentang kekuasaan negara yang menghalangi tindakan individu yang sesuai dengan hukum alam yang sejati.
Anarkisme dan Revolusi
Mikhail Bakunin, pemimpin revolusioner libertarian yang kuat, juga memainkan peran kunci dalam perkembangan anarkisme. Bakunin menolak konsep hak milik individu dan memandang revolusi sebagai hasil spontanitas yang muncul dari kelas-kelas miskin pedesaan Eropa Timur dan Selatan. Ia mendirikan organisasi sendiri, International Democratic Alliance. Organisasi ini menyebar pengaruhnya ke berbagai wilayah, termasuk Spanyol, di mana anarkisme berkembang menjadi gerakan yang kuat.
Peter Kropotkin adalah pemimpin yang berpengaruh dalam anarkisme kolektivis yang dikenal sebagai komunisme anarkis. Kropotkin menganjurkan sistem komunisme yang didasarkan pada distribusi dan produksi yang bersama-sama dimiliki oleh masyarakat. Ia percaya bahwa ketika negara runtuh melalui revolusi, manusia akan mengatur diri mereka sendiri dalam komunitas desa yang menghilangkan pembagian kerja yang tidak adil dan ketaatan terhadap hukum moral.
Meskipun anarkisme telah menarik minat dari beberapa kelompok aktivis, terutama pada tahun 1960-an dan 1970-an, gerakan politik praktis anarkisme mengalami kemerosotan di banyak negara setelah kejayaannya pada awal abad ke-20. Namun, ajaran-ajarannya masih mempengaruhi banyak kalangan dan tetap menjadi sumber inspirasi bagi beberapa kelompok aktivis.
Anarkisme tetap menjadi ideologi kontroversial yang mengajukan pertanyaan yang penting tentang kekuasaan dan mengejar keadilan. Meskipun pandangan dan interpretasi terhadap anarkisme bervariasi, pengaruhnya dalam perkembangan pemikiran politik dan sosial tetap menjadi perhatian yang relevan dalam dunia modern.