“Mungkin satu-satunya hubungan makroekonomi yang paling penting adalah kurva Phillips.” George Akerlof, Ekonom Peraih Hadiah Nobel
aksiografi.com – Dalam dunia ekonomi, isu pengangguran menjadi pusat perhatian semua negara. Meskipun indikator-indikator ekonomi seperti produk domestik bruto, inflasi, dan suku bunga sering menjadi sorotan, namun pada akhirnya, pertanyaan sederhana tentang jumlah orang yang memiliki pekerjaan tetap menjadi hal yang paling krusial. Manifesto untuk mencapai kondisi full employment (penggunaan tenaga kerja penuh) selalu menjadi janji yang digaungkan oleh partai politik, tetapi realitasnya, mencapai tingkat pengangguran nol menjadi sesuatu yang mustahil.
Keputusan pemerintah dalam mengatasi pengangguran seringkali melibatkan pertimbangan mengenai dampak psikologis yang akan dialami oleh individu yang kehilangan pekerjaan mereka. Namun, di sisi lain, perusahaan juga perlu mempertimbangkan fleksibilitas dan efisiensi dalam menjalankan bisnis mereka. Hal inilah yang membentuk pasar tenaga kerja dan juga menentukan arah dari ekonomi secara lebih luas.
Bandingkan situasi antara Eropa dan Amerika Serikat, dua benua dengan pendekatan yang berbeda terhadap pengangguran. Di Eropa, undang-undang ketenagakerjaan sering mengikat perusahaan untuk mempertahankan karyawan mereka dan membayar upah sesuai dengan ketentuan upah minimum. Meskipun tujuan dari kebijakan ini adalah melindungi pekerja yang ada, namun kebijakan semacam ini juga dapat menghambat fleksibilitas dan efisiensi ekonomi secara keseluruhan, sehingga menciptakan kesulitan dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Dalam pengertian luas, pengangguran adalah keadaan ketika seseorang tidak memiliki pekerjaan. Namun, para ekonom membedakan berbagai klasifikasi pengangguran untuk memahami situasi yang berbeda. Ada pengangguran friksional, yaitu ketika seseorang sedang mencari pekerjaan baru setelah berhenti dari pekerjaan sebelumnya. Dan ada juga pengangguran struktural, yang muncul karena pergeseran dalam industri yang menyebabkan beberapa pekerjaan menjadi tidak relevan lagi. Dalam upaya untuk mengukur pengangguran secara tepat, organisasi seperti Internasional Labour Organization (ILO) melakukan survei pada sampel populasi yang representatif untuk memahami situasi pekerjaan mereka saat ini.
Meskipun pemerintah berupaya mencapai full employment, para ekonom menunjukkan bahwa hal tersebut mustahil. Beberapa faktor yang menyebabkan tingkat pengangguran tidak bisa mencapai nol adalah karena orang memerlukan waktu untuk mencari pekerjaan yang sesuai dan beberapa pekerjaan mungkin membutuhkan keterampilan yang tidak dimiliki oleh tenaga kerja yang ada. Selain itu, keberadaan kebijakan upah minimum dan serikat pekerja juga dapat menyebabkan pengangguran lebih tinggi dari tingkat alami.
Gagasan mengenai Kurva Phillips menjadi salah satu teori yang berpengaruh dalam ekonomi. George Akerlof dan Milton Friedman mengeksplorasi hubungan antara inflasi dan tingkat pengangguran. Kurva Phillips menunjukkan adanya korelasi negatif antara keduanya, di mana inflasi cenderung meningkat ketika tingkat pengangguran rendah, dan sebaliknya. Dalam teori ‘non-accelerating inflation rate of unemployment’ (NAIRU) yang dikembangkan oleh Friedman dan Edmund Phelps, dinyatakan bahwa pengangguran akan kembali ke tingkat alaminya pada akhirnya, meskipun upaya singkat untuk menurunkannya dapat mempengaruhi inflasi.
Para politisi mungkin terus berjanji untuk menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, namun para ekonom harus menyampaikan kenyataan bahwa mencapai full employment adalah hal yang tidak realistis. Tingkat pengangguran nol bukanlah sesuatu yang bisa terwujud dalam praktiknya. Sebagai gantinya, para pembuat kebijakan harus fokus pada menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin, dengan memahami keterbatasan yang ada dalam mencapai full employment.