Peringatan Hari Tani Nasional: Sejarah Panjang Menuju Kedaulatan Petani Indonesia Melalui UU Agraria. Sebuah analisis kritis tentang perjuangan petani dan peran penting UUPA dalam mengamankan hak atas tanah.
aksiografi.com – Indonesia, yang dikenal sebagai negara agraris dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian, merayakan Hari Tani Nasional pada setiap tanggal 24 September. Tahun ini, peringatan ini mencapai usia ke-43 dan menghadirkan sejarah perjuangan petani Indonesia yang patut diingat.
Apa sebenarnya Hari Tani Nasional? Sebagaimana disampaikan dalam laman resmi Pekat Fakultas Pertanian UGM 2021, Hari Tani Nasional adalah bentuk penghormatan kepada perjuangan kaum tani Indonesia. Hari ini diperingati sejak keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960.
Pentingnya Hari Tani Nasional ini tak bisa diabaikan. Sebagai tonggak sejarah, peringatan ini mencerminkan perhatian negara terhadap petani, hak kepemilikan tanah, dan masa depan agraria di Indonesia. Melalui UUPA, kehidupan dan kesejahteraan warga Indonesia, khususnya petani, menjadi lebih terjamin.
Sejarah Hari Tani Nasional mencuat dari upaya Indonesia untuk merombak hukum agraria yang telah lama diterapkan sejak zaman kolonial. Pada tahun 1948, ketika ibu kota Indonesia berada di Yogyakarta, Panitia Agraria Yogya telah terbentuk untuk mengawal perubahan ini.
Namun, perjalanan menuju UUPA tidaklah mudah. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949 dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, ibu kota kembali ke Jakarta. Panitia Agraria Yogya pun beralih ke Jakarta pada tahun 1951 dengan nama baru, Panitia Agraria Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan UU No 1 tahun 1958, yang menghapuskan tanah-tanah partikelir yang sebelumnya dikuasai oleh pihak asing. Aturan tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri ketidakadilan yang terjadi akibat kepemilikan tanah oleh golongan tertentu yang memegang hak pertuanan (land heerlijke rechten).
Kekuasaan pertuanan ini memberi mereka pengaruh besar dalam banyak hal, termasuk dalam pengangkatan kepala desa, pemungutan rodi, dan pungutan lainnya. Dengan diberlakukannya UU No 1 tahun 1958, hak pertuanan hanya boleh dimiliki oleh negara.
Pada tanggal 12 September 1960, dalam sidang DPR Gotong Royong (GR), Menteri Agraria saat itu, Sadjarwo, menjelaskan bahwa “perjuangan perombakan hukum agraria nasional berjalan erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkraman, pengaruh, dan sisa-sisa penjajahan, khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari kekangan-kekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan kaum.”
Berbagai panitia yang berperan dalam merumuskan UUPA, seperti Panitia Agraria Yogya (1948), Panitia Agraria Jakarta (1951), Panitia Soewahjo (1955), Panitia Negara Urusan Agraria (1956), Rancangan Soenarjo (1958), dan Rancangan Sadjarwo (1960), akhirnya mencapai kesepakatan. Pada tanggal 24 September 1960, DPR menyetujui pembentukan UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA setelah melalui proses yang berlangsung selama 12 tahun.
UUPA menjadi dasar hukum bagi pengelolaan agraria nasional dan diwujudkan sebagai amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 (Naskah Asli) yang menegaskan bahwa “Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Prinsip utama UUPA adalah memastikan tanah digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan mengatur pembatasan penguasaan tanah. Ini berarti setiap warga negara memiliki hak atas tanah, pengakuan hukum adat, dan warga asing yang tidak memiliki hak milik. Peringatan Hari Tani Nasional, yang diberlakukan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963, merupakan upaya konkret dalam mewujudkan visi ini.
Seiring dengan peringatan Hari Tani Nasional, kita diingatkan akan pentingnya peran petani dalam membangun dan memajukan negara. Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Presiden Soekarno, “hidup mati sebuah negara, ada di tangan sektor pertanian negeri tersebut.”
Inilah sejarah Hari Tani Nasional yang layak dikenang dan dirayakan sebagai penghargaan kepada para petani Indonesia yang tak kenal lelah dalam menjaga ketahanan pangan dan kemakmuran bangsa.