Temukan esensi “Central Realm” dalam pandangan Cina dan pengaruhnya terhadap tatanan global. Dalam artikel ini, kita membahas bagaimana gagasan ini membentuk hubungan internasional dan dampaknya pada dinamika politik dan ekonomi.
aksiografi.com Dalam dunia hubungan internasional yang rumit, muncul konsep menarik dari kesadaran sejarah Cina — gagasan tentang “Central Realm” atau “Kawasan Sentral.” Pandangan yang menarik ini, yang akar-akarnya tertanam dalam warisan budaya yang kaya dari Cina, memberikan wawasan tentang kepercayaan mereka akan kedudukan moral sentral dan unggul dalam tatanan global. Dalam artikel ini, kita akan mengupas lapisan menarik dari teori “Central Realm” dan pengaruhnya terhadap lanskap diplomatik Cina.
Inti dari teori “Central Realm” terletak pada keyakinan bahwa Cina, yang kental dengan sejarah yang membentang ribuan tahun, memiliki otoritas moral yang unik. Keyakinan ini merujuk pada filsafat Cina tradisional, terutama Konfusianisme, yang menekankan harmoni, perilaku etis, dan tata krama. Ini adalah perspektif yang menempatkan Cina sebagai pusat peradaban, dengan tanggung jawab bawaan untuk memandu dunia melalui nilai-nilai abadi mereka.
Konsep ini berakar dalam identitas Cina itu sendiri, tercermin dalam istilah “tianxia” — dunia di bawah langit. Konsep ini menggambarkan Cina sebagai jantung dari narasi besar, narasi di mana Cina bukan sekadar negara, tetapi juga kekuatan sentral yang membentuk arah peristiwa global.
Secara historis, Cina telah mengacu pada “Central Realm” untuk menegaskan dominasinya secara regional dan global. Misi diplomatik dan jalur perdagangan dibentuk di masa lalu dengan keyakinan pada ketinggian moral peradaban Cina. Filosofi ini menjadi dasar keterlibatan diplomatik, membuka jalan bagi pertukaran budaya dan hubungan perdagangan.
Berpindah ke era kontemporer di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, dan gema dari “Central Realm” terdengar kembali. Inisiatif Belt and Road (BRI) yang ambisius adalah contoh pendekatan proaktif Cina dalam memperkuat pengaruh geopolitiknya. Proyek infrastruktur global ini bukan hanya upaya ekonomi semata; ia mencerminkan aspirasi Cina untuk mengembalikan pengaruh politik global dengan merawat jaringan saling ketergantungan ekonomi.
Namun, narasi ini tidak datang tanpa kompleksitas. Para kritikus berpendapat bahwa implementasi konsep “Central Realm” oleh Cina bisa mengarah pada konsentrasi kekuasaan yang berlebihan, mengancam prinsip kesetaraan dan kedaulatan yang dijunjung oleh masyarakat internasional.
Dalam konteks hubungan politik dan ekonomi Indonesia-Tiongkok, gema dari teori “Central Realm” tercermin dalam proyek-proyek Inisiatif Belt and Road. Melihat keterlibatan Cina dengan Indonesia, kita dapat melihat pengaruh filsafat kuno ini dalam pendekatan mereka terhadap kerja sama dan diplomasi.
Pada intinya, teori “Central Realm” memberikan jendela pencerahan tentang identitas sejarah Cina dan aspirasinya di panggung global. Saat dinamika internasional berubah, konsep ini akan terus membentuk peran Cina dalam urusan dunia, mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk berinteraksi dengan implikasinya. Apakah sebagai pembawa kerja sama atau sebagai sumber ketegangan, “Central Realm” menawarkan perspektif menarik tentang dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam dunia yang selalu berubah.